Kutim, Bengalon – PT Kemilau Indah Nusantara (KIN), sebuah perusahaan perkebunan sawit di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur, diduga melakukan penyekapan terhadap dua karyawannya selama lebih dari satu minggu. Insiden ini terjadi sejak 19 Oktober 2024, di mana kedua karyawan berinisial R dan L dituduh terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) serta pelanggaran disiplin saat menjalankan tugas mereka.
Berdasarkan investigasi di lapangan, tim media menemukan bahwa R dan L telah disekap selama tujuh hari di mess perusahaan. Mereka tidak diizinkan pulang ke rumah dan terpaksa tidur di mushola yang tidak layak, dengan penjagaan ketat oleh petugas keamanan perusahaan. Anak-anak mereka bahkan dikabarkan terus mencari keberadaan ayah mereka, dengan salah satu di antaranya jatuh sakit akibat stres.
R dan L dituduh menerima uang dari para sopir truk dan seorang pembeli (bayer) cangkang sawit dan kernel di pabrik perusahaan. Namun, klarifikasi dari pihak bayer mengungkap bahwa uang tersebut diberikan sebagai tip atas bantuan mencarikan truk saat ada kebutuhan mendesak, tanpa adanya unsur pemaksaan. Sopir truk pun menyatakan bahwa uang yang mereka berikan hanya sebagai “uang rokok” dengan nominal Rp20.000 hingga Rp50.000.
Selama masa penahanan, R dan L mengaku diintimidasi oleh pihak perusahaan untuk mengembalikan uang tip yang telah mereka terima selama bertahun-tahun, dengan R diminta mengembalikan Rp84 juta dan L sebesar Rp57 juta, berdasarkan catatan rekening bank mereka. Mereka juga disodorkan surat pengunduran diri untuk ditandatangani.
Tindakan penahanan yang dilakukan perusahaan ini menuai sorotan, Sebab menurut para ahli hukum, yang menilai bahwa menahan seseorang tanpa dasar hukum yang jelas merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut UUD 1945 Pasal 28G, setiap orang berhak atas perlindungan diri serta kebebasan dari tindakan sewenang-wenang. Selain itu, Pasal 333 KUHP mengatur bahwa penahanan tanpa prosedur yang sah dapat berujung pada hukuman pidana.
Jika memang terdapat aturan internal perusahaan yang melarang penerimaan tip, sanksi yang diterapkan seharusnya berupa teguran hingga pemutusan hubungan kerja (PHK), bukan tindakan penahanan fisik. Dalam konteks hukum pidana Indonesia, penerimaan tip di sektor swasta tidak masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, kecuali terdapat unsur-unsur tertentu yang memenuhi persyaratan dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Pertanyaan mendasar, apakah tindakan perusahaan merupakan Penegakan Disiplin Kerja atau sebaliknya merupakan Sebuah Pelanggaran HAM?
Hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan belum memberikan konfirmasi terkait kasus ini, karena beberapa staf dikabarkan sedang bertugas di lokasi lain. Keluarga R dan L berharap agar perusahaan segera mengambil langkah bijaksana dan membebaskan mereka agar dapat kembali berkumpul dengan keluarga.A
Al-khairi/red)