Scroll untuk baca artikel
Example 728x250
BeritaDaerahGRESIKHukum dan KeamananKawal Nusantara NewsPeristiwa

KWG dan PWI Gresik Garong APBDes dengan Dalih Proyek “Terciptanya Sistem Informasi Desa”?

751
×

KWG dan PWI Gresik Garong APBDes dengan Dalih Proyek “Terciptanya Sistem Informasi Desa”?

Sebarkan artikel ini
Example 728x250

GRESIK – Alih-alih mendapatkan perlindungan dari pemberitaan negatif, sejumlah kepala desa di Kabupaten Gresik justru mendapati reputasi mereka semakin buruk.

Mereka bekerja sama dengan Komunitas Wartawan Gresik (KWG) dan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dalam proyek yang diduga memanfaatkan dana APBDes dengan dalih “Terciptanya Sistem Informasi Desa.”

Kerjasama ini awalnya dimaksudkan untuk melindungi para kepala desa dari pemberitaan yang tidak diinginkan. KWG diharapkan menjadi “tameng” dari media yang tidak tergabung dalam organisasi mereka.

Namun, alih-alih memberikan perlindungan, pemberitaan negatif dari media lain terus mengalir deras tanpa henti.

Tidak gratis, para kepala desa di Gresik harus mengeluarkan dana hingga Rp 10 juta yang diambil dari APBDes untuk membiayai proyek ini.

Proyek tersebut dicantumkan dalam laporan keuangan desa dengan nama “Terciptanya Sistem Informasi Desa (Pengembangan Informasi Desa KWG, PWI),” yang secara rutin harus dibayarkan tiap tahunnya.

Informasi yang bocor menyebutkan bahwa dana tersebut dibagi antara KWG dan PWI, dan pembayaran berlangsung sepanjang masa jabatan kepala desa, yang bisa berlangsung hingga 6 atau bahkan 8 tahun.

Jika dihitung, dengan 330 desa di Kabupaten Gresik dan pengeluaran tahunan sebesar Rp 10 juta per desa, total dana yang dikeluarkan mencapai Rp 118,8 miliar selama enam tahun.

Dokumen internal KWG yang bocor mengungkap bahwa organisasi ini memiliki sistem koordinasi yang ketat untuk mengawasi desa-desa yang bekerja sama.

Setiap wilayah desa memiliki koordinator yang ditugaskan untuk mengawasi beberapa desa sekaligus. Salah satu nama yang muncul dalam dokumen ini adalah Miftahul Arif, Ketua KWG, yang disebut mengoordinasi sejumlah desa seperti Desa Sembayat, Desa Pandaan, dan beberapa desa lainnya.

screenshoot : Salinan dokumen yang berisi pembagian tugas untuk koordinator desa

Saat dimintai konfirmasi mengenai dugaan ini, Miftahul Arif memilih bungkam.

Sementara itu, seorang kepala desa di Kecamatan Menganti mengakui bahwa mereka memang membayar Rp 5 juta per tahun kepada KWG untuk mendapatkan dukungan.

Namun, tidak semua kepala desa merasakan manfaat dari kerja sama ini.

Salah seorang kepala desa yang meminta namanya dirahasiakan mengaku bahwa media lain tetap datang meliput, meski mereka sudah membayar KWG.

“KWG tidak mengambil tindakan apa-apa, meski mereka berjanji akan melindungi kita,” ujarnya.

Indra Susanto, Ketua Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat perwakilan Jawa Timur, mengkritik keras kebijakan ini. Menurutnya, dana yang dikeluarkan untuk proyek tersebut adalah uang negara, dan kepala desa harus mempertanggungjawabkan setiap rupiah kepada publik.

“Ini diskriminasi yang nyata. Uang rakyat digunakan untuk kepentingan pribadi dengan dalih kerja sama informasi desa,” ujarnya.

Indra juga menyayangkan pernyataan Miftahul Arif yang pernah menyebut media di luar KWG sebagai “media abal-abal.”

Hal ini dianggap sebagai penghinaan terhadap jurnalis lain yang juga bekerja secara profesional, meski tidak tergabung dalam KWG.

“Sama-sama bernaung di bawah perusahaan pers yang legal. Tidak pantas menjelekkan media lain hanya karena belum terverifikasi Dewan Pers,” tegas Indra.

Kasus ini menambah deretan masalah yang harus dihadapi oleh para kepala desa dan media di Gresik, serta menimbulkan pertanyaan besar tentang penggunaan dana APBDes yang seharusnya diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat desa, bukan untuk kepentingan organisasi wartawan tertentu.

Sementara itu, Mas’ud, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Kabupaten Gresik, menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk “korupsi terselubung.”

Mas’ud menyoroti dugaan penyaluran dana desa yang dialokasikan kepada Komunitas Wartawan Gresik (KWG) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dengan alasan penggunaan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. “Seharusnya, komunitas wartawan menjalankan fungsi sosial kontrol, bukan justru menjadi pelindung bagi kepala desa,” tegas Mas’ud. 21/7/24.

Lebih lanjut, Mas’ud mendesak Kejaksaan Negeri Gresik untuk segera memanggil pihak-pihak terkait guna dimintai keterangan dan mengusut tuntas dugaan korupsi tersebut.

“Ini adalah bentuk perampokan terhadap uang rakyat. Masalah ini harus segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut,” tambahnya.

“Tidak ada imunitas hukum bagi pelaku yang menyalahgunakan dana desa, baik secara pribadi maupun kelompok,” tandas Mas’ud.

Mengetahui, anggaran untuk kesejahteraan masyarakat desa dialokasikan kepada komunitas wartawan. Dengan total 330 desa, dana yang disalurkan mencapai Rp3,3 miliar.

“Wow… Rungkad Bossss,” pungkas Mas’ud ternganga.

Redho/red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250 Example 728x250