Balikpapan, KAWAL NUSANTARA | Dalam tiga tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) terus menunjukkan peningkatan signifikan. Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim, Noryani Sorayalita, menyampaikan bahwa meski upaya pencegahan terus dilakukan, angka kekerasan tetap tinggi.
Menurut Noryani, sosialisasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi salah satu upaya penting untuk menyadarkan masyarakat.
“Kami harapkan setelah sosialisasi ini, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait melakukan hal yang sama di daerahnya,” ujar Noryani di Balikpapan, Rabu (3/7).
Berdasarkan data DKP3A Kaltim, jumlah kasus kekerasan seksual dan anak meningkat tajam dari 551 kasus pada tahun 2021 menjadi 1.108 kasus pada tahun 2023. Hingga Mei 2024, sudah ada 391 kasus yang dilaporkan. Mayoritas korban adalah anak-anak dengan proporsi 60 persen.
“Menariknya, pelaku TPKS tertinggi adalah pacar. Ini fenomena baru,” ungkap Noryani. Jenis kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan seksual sebanyak 40 persen, diikuti kekerasan fisik dan psikis.
Hingga kini, hanya 16 kasus yang ditindaklanjuti secara hukum. Kota Samarinda mencatat kasus terbanyak karena kemudahan akses pelaporan dan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi. Namun, di kabupaten/kota lain, kasus yang tidak terlaporkan mungkin lebih banyak.
Noryani juga mengingatkan bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa arus migrasi yang dapat meningkatkan risiko kekerasan seksual. Penajam Paser Utara dan Balikpapan, sebagai kota penyangga IKN, perlu meningkatkan kewaspadaan.
“Upaya sosialisasi dan penanganan kasus kekerasan seksual harus terus ditingkatkan agar masyarakat lebih sadar dan mampu melindungi diri serta orang-orang di sekitarnya,” tambahnya.
Ms/Redr.