Kutai Barat – Kasus dugaan korupsi dana desa di Kampung Deraya, Kecamatan Bongan, Kutai Barat, terus bergulir dan kini menetapkan SL, mantan petinggi kampung periode 2015-2021, sebagai tersangka. Menariknya, SL adalah ayah dari RD, yang telah lebih dahulu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kutai Barat atas kasus yang sama.
Kapolres Kutai Barat, AKBP Boney Wahyu Wicaksono, melalui Kasat Reskrim IPTU Rangga Asprilla dan Kanit Tipikor Aipda M. Daud, mengungkapkan bahwa penyelidikan penggunaan dana desa tahun 2019-2020 mengarah pada peran RD selaku bendahara desa.
“Kasus ini melibatkan dua perkara Dana Desa Kampung Deraya. Tersangka RD sudah kami limpahkan ke Kejaksaan pada 10 Februari 2025, dan SL ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan untuk memperlancar penyidikan,” jelas IPTU Rangga melalui M. Daud, Sabtu (15/2/2025) malam di Sendawar.
Pemisahan Berkas Perkara
Meskipun keduanya terlibat dalam kasus yang sama, berkas perkara ayah dan anak ini dipisahkan untuk memudahkan proses penyidikan.
“Pemisahan berkas dilakukan karena ada perbedaan peran di antara mereka. SL sebagai penanggung jawab keuangan desa, sementara RD bertindak sebagai pelaksana keuangan,” tambah Daud.
SL langsung ditahan setelah sebelumnya mangkir dari panggilan penyidik.
“Penahanan dilakukan sejak 10 Februari 2025 bersamaan dengan pelimpahan RD. Hal ini dilakukan karena SL tidak memenuhi panggilan pertama ” jelasnya.
Berita terkait:
Kerugian Negara dan Modus Operandi
Audit Inspektorat Kutai Barat mengungkap kerugian negara sebesar Rp 953.693.644,45 akibat penyimpangan dana desa ini. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dialihkan untuk keperluan pribadi oleh RD.
RD diduga menggunakan dana tersebut untuk membeli kendaraan bermotor, membiayai kuliah, dan keperluan pernikahan. Beberapa kendaraan yang dibeli sudah disita oleh penyidik.
“Beberapa kegiatan fiktif dilaporkan terlaksana. Ada juga SPJ dan nota palsu yang digunakan sebagai barang bukti,” terang M. Daud.
Meskipun tidak terbukti menikmati hasil korupsi, SL diduga mengetahui penyelewengan dana tersebut.
“SL tahu soal pembelian kendaraan dari dana desa yang tidak tercantum dalam SiLPA,” jelasnya lagi. SL juga dianggap lalai menjalankan tugasnya sebagai Penanggung Jawab Keuangan Desa (PPKD).
Pasal yang Dikenakan
RD dijerat Pasal 2 ayat (1) UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Sementara itu, SL dikenakan pasal yang sama dengan tambahan Pasal 55 dan 56 karena perannya dalam pembiaran tindak pidana tersebut.
“Kami masih mendalami kemungkinan adanya harta atau barang lain milik SL yang bisa disita,” tambah Daud.
Polres Kutai Barat berharap proses hukum segera rampung agar kasus ini bisa masuk ke persidangan.
“Semoga berkasnya segera dinyatakan lengkap oleh JPU,” tutup Daud.
Penahanan ayah dan anak ini diharapkan menjadi pelajaran bagi pengelola dana desa lainnya dalam menjalankan tugas dengan transparansi dan akuntabilitas.
Al-Khairi/red